Thursday 28 February 2013

A Part of Life's Story : Putih Abu-abu Meraih Mimpi


Dengan sebuah tulisan akan diungkapkan berbagai perasaan yang timbul di dalam benak.
Mungkin hanya sebuah tulisan yang tidak memiliki harga, namun memiliki makna yang tidak akan pernah sebanding dengan berapapun harga yang ditawarkan.

Segalanya yang terjadi berawal disini.
Perjuangan selama tiga tahun yang mungkin akan sulit untuk dilupakan .
Diawal tubuh mengenakan putih abu-abu.
Diawal diri mulai berjalan dengan kedewasaan.

Suka duka berawal disini.
Disinilah kita megawali mimpi.
Terbangun dari mimpi panjang diperistirahatan, kemudian akan terus melanjutkan mimpi hingga melakukan sesuatu untuk menjadikannya bukan lagi hanya sekedar mimpi. Saat ini juga!
Tidak pernah mengerti apa itu terik matahari yang menyengat, air dari langit yang terlalu berlebihan atau bahkan raga yang tidak berdaya .. Langkah panjang akan tetap ditempuh hingga sampai ke tempat tujuan. Hanya sebatas ingin mewujudkan mimpi!

Putih abu-abu sering bermain dengan mimpi.
Entah itu mimpi ingin memiliki hape terbaru, sepeda terbaru, mobil terbaru atau bahkan mimpi menjadi miliyarder di masa mendatang, yang sebenarnya kita tidak pernah mengerti kapan mimpi itu akan terwujud.
Disisi lain, putih abu-abu juga sering dilema dengan kenyataan yang mempertanyakan apakah kelak mimpi itu dapat terwujud atau tidak.
Dan belum lagi dengan putih abu-abu yang takut untuk bermimpi.

Oleh karena itu, berusaha adalah hal yang dapat membangun sebuah atau bahkan berbagai mimpi untuk tidak menjadi mimpi lagi, namun kenyataan. Lalu dengan do’a, mimpi itu akan memperkokoh bangunan dari usaha. Terakhir, kombinasi usaha dan do’a yang seimbanglah kemudian akan terjadi sebuah perwujudan dari mimpi, yakni mimpi yang menjadi nyata.
Ketika mimpi sulit untuk terwujud, maka jangan pernah menyalahkan Tuhan.. karena ada suatu sebab yang dapat menghambat terwujudnya sebuah mimpi, yaitu diri sendiri. Mungkin kita berpikir usaha kita telah maksimal, namun mungkin saja bagi Tuhan belum. Mungkin kita berpikir do’a kita telah maksimal, namun sekali lagi mungkin bagi Tuhan belum. Atau mungkin usahanya telah maksimal, namun do’a belum, dan atau sebaliknya. Karena semuanya harus berimbang.

Maka dari itu, mulailah bermimpi sedini mungkin ..
Bahkan ketika menjalani detik-detik melepaskan putih abu-abu ..
Karena setelah ini diri akan mulai menghadapi dunia yang kejam.
Dunia yang tidak akan pernah mempedulikan orang-orang yang tidak memiliki mimpi.
Karena mimpi itu penting! (Bagaimana tidak penting jika mimpi itu diibaratkan sebagai suatu gambaran keadaan yang akan terjadi pada diri kita kelak?)
Semua orang ingin menikmati hal yang baik, oleh karena itu bermimpi dan berbuatlah sesuatu yang baik.

Sekali lagi, bermimpilah !
Walaupun terkadang kita terjatuh dari mimpi, kemudian mencoba bangkit namun masih terjatuh lagi. Hingga berkali-kali, hanya untuk memiliki satu hal. Terwujudnya mimpi!
Dengan bermimpi kita akan mengerti arti tentang usaha dan do’a.
Dimana ketika kita berusaha mewujdkan sebuah mimpi, kita akan lebih menghargai arti satu detik yang berjalan akan menjadi peluang kita untuk mewujudkan mimpi.
Oleh karena itu, tetaplah bermimpi… Karena meskipun kita terjatuh, kita masih terjatuh pada bintang-bintang yang memberikan cahayanya yang mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan akan selalu memberikan sesuatu yang sebanding atas usaha dan do’a yang telah kita lakukan.

Thursday 21 February 2013

Story of Life : Serunya Masa Putih Abu-abu



Masa abu-abu putih ..

Ya .. inilah masa-masa yang diakui paling indah di sepanjang masa seseorang menghembuskan nafas pada titik kehidupan .
Masa dimana kita memperoleh lebih banyak teman dari lingkungan yang lebih luas ..
Masa dimana kita lebih mengenal berbagai karakter teman ..
Masa dimana kita mulai ingin mencoba hal baru ..
Masa dimana kita mulai mengagumi lawan jenis ..
Juga Masa dimana teman adalah sosok yang sangat berarti ..

Saat air mata terjatuh, teman adalah orang pertama yang menegakkan bahu kita untuk tersenyum kembali ..
Ketika kita tertawa, teman-pun senantiasa ikut bahagia atas tawa yang telah kita lontarkan sekalipun hal yang membuat kita tertawa itu tanpa kita ketahui sebenarnya menyakitkan untuknya..
Terkadang menjengkelkan, namun masih peduli ..
Terkadang sering membuat marah, namun candanya masih mampu melunturkan rasa marah ..
Sekalipun dendam, namun masih terselip rasa kangen ketika benar jauh darinya ..

Itulah teman ..

Mereka akan tetap diam sekalipun kita bolos sekolah, bolos jam kelas, mencontek ketika ulangan, merokok di ruang pojok sekolah, dan hal bodoh lainnya ..

Sebenarnya kediaman mereka bukan berarti tidak peduli, justru mereka menjaga kita dari berbagai hukuman yang tidak ada ampun dari kesiswaan.. Coba kalo mereka (anak-anak yang baik) lapor ke bagian kesiswaan ? (*nah Lo! Pikirin sendiri apa yang bakalan terjadi :D)

Percaya ga percaya, anak-anak yang baik biasanya hanya menyunggingkan senyum kecil ketika anak-anak yang nakal berulah ..
Bukan berarti mereka merendahkan, namun mereka menyadari bahwa perbedaan itu indah .

Namun, sering kita menyepelekan arti seorang teman, menganggap mereka seperti angin lalu ..

Sedetik saja, pikirkan satu hal pengorbanan mereka untukmu, buang jauh-jauh segala hal yang telah mereka lakukan itu menyakitimu ..

Sadari, seribu rasa sakit sekalipun tak akan bisa menandingi satu pengorbanan sosok teman dalam hidup kita ..
Karena, mudah bagi kita mendapatkan sekaleng kotoran .. Namun, betapa sulitnya kita memusnahkan sekaleng kotoran tersebut tanpa bantuan dari pembersih, yakni T E M A N :)

Oleh karena itu, sebelum masa abu-abu putih berganti dengan masa yang lebih keras, lebih jahat dan terlebih lainnya, jabatlah tangan seorang teman atau musuhmu sekalipun, katakan terima kasih kepada mereka atas kehadirannya di hidupmu dan katakan bahwa kamu beruntung memilikinya :)

Cerpen 2011 : Karena Hidup Harus Terus Berlanjut









Karena Hidup Harus Terus Berlanjut




Tuhan ..
Hari ini aku tak dapat.
Hari ini aku tak siap.
Hari ini kurasakan akan begitu sulit.

Langkahku mulai memasuki gerbang sekolah. Aku berjalan tanpa gairah. Ketika melewati lapangan utama, sepasang indera penglihatanku mendapati sebuah panggung besar yang telah berdiri. Aku tak menghiraukannya dan terus berjalan menuju kelas. Setibaku dibibir pintu kelas, aku menatap seisi ruangan telah dipenuhi teman-teman sekelasku. Canda dan tawa mereka terlihat begitu jelas untuk menyambut dirgahayu sekolah hari ini. Sayangnya, tidak denganku.

“Hai Nadia!” seseorang menyapaku, seakan membuyarkan lamunan singkatku. Aku-pun tersenyum.
Kuletakkan tas diatas meja dan duduk didekat Dinda.
“Baik-baik saja kan?” tanya Dinda sambil mendekatkan wajahnya tepat ke wajahku.
“Tentu.” jawabku singkat sambil tersenyum.
“Yaudah yuk ke lapangan, sebentar lagi pensi dimulai.” ajak Dinda seraya bangkit dari tempat duduknya.
“Hhh…” aku hanya mendesah dan membiarkan wajahku jatuh keatas meja.
“Kenapa? Ayooo…”
Tak sabar menungguku yang masih enggan, Dinda langsung menarik lenganku dan aku-pun mulai beranjak bangkit dari tempat duduk. Kami-pun berjalan menuju Lapangan.

Berjalan menelusuri koridor , mataku menatap langit yang begitu cerah. Kuhirup udara pagi ini yang kurasakan begitu sejuk. Dan berkata dalam hati, semoga hari ini akan baik-baik saja.

Di setiap sudut lapangan telah dipenuhi para murid yang sedang menantikan dimulainya pensi.
“Duduk disini aja ya!” Dinda menunjuk sebuah bangku yang masih kosong didekat sebuah pohon, posisinya menghadap ke panggung yang tentunya akan memudahkan kami untuk melihat pensi meskipun dari kejauhan.
Aku hanya mengangguk.

Tepat pukul 08.00 acara pensi dimulai.
Perasaan yang tadinya kalud sedikit terlupakan setelah Dinda memberikan sebuah novel untukku. Kalaupun aku tidak ingin melihat acara pensi, aku masih bisa membaca novel sambil menemani Dinda yang mulai kemarin sangat antusias untuk melihat pensi ulangtahun sekolah.

Aku menyebarkan pandangan ke seluruh lapangan. Kemudian tenggelam dalam pikiran yang mulai melayang. Mengingat semua hal yang terjadi di acara ulangtahun sekolah tahun kemarin. Dimana aku masih dengannya.. Ya, masih dengan seseorang yang cukup berarti dihidupku. Namun, keegoisanku telah membuatnya kini bahagia dengan oranglain, membuatku harus menerima apapun yang terjadi.

“Nadia, bisakah kau tidak melamun untuk hari ini?” suara Dinda lagi-lagi membuyarkan lamunanku.
Aku menoleh kearahnya. “O..oh.. Maaf Dinda, aku tidak melamun. Hanya…”
“Hanya ingin berimajinasi.” Dinda melanjutkan.
“Ya.. Mungkin..” jawabku sambil memalingkan wajah, kemudian menunduk dan membuka novel yang ada dipangkuanku.

Aku mengerti dia bermain musik. Aku mengerti dia bernyanyi. Namun semua itu cukup kudengarkan tanpa harus kulihat. Sepanjang pensi, aku hanya sesekali menghadap panggung, itu saja jika aku penasaran dengan sesuatu yang kudengarkan dan hanya untuk melihat perwakilan dari kelasku yang menyumbangkan penampilan Modern Dance. Untuk selebihnya, aku hanya membaca sebuah novel tentang kehidupan baru. Kurasa novel ini dikirimkan Tuhan untuk membangkitkan semangatku. Hiburku dalam hati.

*Jrenggg
Kau begitu sempurna, dimataku kau begitu indah
Kau buat diriku akan selalu memujamu
*Jrenggg

Aku terkesiap, berhenti membaca, namun masih menatap novel yang masih berada dihadapanku.
Oh Tuhan …
Lagu itu …

Mataku langsung tertuju ke panggung. Mungkin bukan dia yang menyanyikan, namun suara akustik lagu itu begitu menusuk perasaanku. Entah apa alasannya, tubuhku mulai dingin dan merinding, wajahku terasa panas dan air mata mulai terbendung. Tanpa berkedip, aku melihat dari kejauhan tiga perempuan memainkan gitar akustik dan dua oranglainnya menyanyikan lagu itu hingga selesai. Lagu Sempurna... Lagu yang dulu sering dinyanyikannya untukku.

“Wiiih… Keren bangeeet.” Dinda terpesona dengan pandangan yang masih menuju panggung.
“Nadia, gimana menurutmu? Merekaaa…” Dinda tidak melanjutkan kata-katanya ketika ia membalikkan badan dan menatapku.
“Nad? Kau pucat sekali..” Dinda menyentuh keningku.
Aku tidak mempedulikannya dan mengembalikan pandangan pada sebuah novel.
“Kau sudah sarapan?” kali ini Dinda terlihat mencemaskanku.
“Tidak-papa.” jawabku tanpa menatap wajahnya.
“Aku tanya kau untuk menjawab sudah atau belum. Bukan untuk menjawab tidak-papa.” Dinda mulai protes.
Kepalaku mulai terasa pening. Tubuhku mulai terasa lemas. Aku menyerah. Aku-pun menatap Dinda. “Aku tidak enak badan. Aku hanya ingin ke UKS.” ungkapku dengan nada lirih.

Beberapa menit yang lalu Dinda telah mengantarkanku ke UKS. Namun kubiarkan ia kembali melihat pensi karena aku tahu ia sangat ingin melihatnya sampai selesai karena setiap pertunjukan yang disajikan rata-rata memang bagus dan membuat semua murid tertarik untuk melihatnya. Dinda-pun telah berjanji akan menjemputku jika pensi telah selesai.
Aku terbaring dengan kedua tangan yang kuletakkan diatas perut. Kupejamkan kedua mata dan ingin menenangkan pikiran.

Tuhan ..
Andai saja aku tidak memiliki emosi yang berlebihan.
Andai saja aku tidak memiliki ego yang besar.
Andai saja aku tidak munafik untuk aku ingin tetap bersamanya.
Andai saja aku tidak menghadirkan orang ketiga diantara kami berdua.
Mungkin saat ini dia masih disampingku. Memberikan senyum manisnya. Mengajarkan aku tentang arti dari sebuah mimpi, bahkan menyuruhku untuk memiliki banyak mimpi.
Ia selalu menyuruhku untuk menjadi sebuah burung yang dapat terbang bebas di angkasa. Bebas memiliki mimpi dan berusaha mewujudkannya.

Perlahan aku mulai membuka kedua mataku. Berharap keadaan akan membaik. Ya, aku mulai merasa tenang.

“Bagaimana keadaanmu?” suara itu terdengar jelas di telingaku.
Dengan masih terbaring, aku menoleh kearah kanan. Aku tertegun. Seseorang telah duduk di sebuah bangku didekat ranjang tempatku terbaring.
“Kkk..kau?” ucapku terbata-bata.
“Semoga kau baik-baik saja. Berubahlah. Jaga dirimu baik-baik.”
Setelah berbicara, ia mendorong kursinya ke belakang dan bangkit dari tempat duduknya. Ia berkata dengan lembut, namun tanpa senyum. Aku menatap punggungya dan melihatnya melangkah mendekati pintu, membukanya dan menutupnya kembali. Ia telah benar-benar pergi…

Aku menghembuskan nafas panjang. Kuraih novel yang tadi kuletakkan diatas meja, di sebelah ranjang. Kubuka kembali untuk melanjutkan membaca. Tepat dihalaman yang kubuka, terdapat judul bacaan, “Karena Hidup Harus Terus Berlanjut.” Ya, satu kalimat ini telah membuatku tersenyum. Kurasa memang sudah saatnya untukku kembali berdiri.

“Kreeek…” terdengar suara pintu yang dibuka.                                      
Kuurungkan niat untuk kembali membaca novel.
“Eh, udah bangun. Gimana? Udah mendingan? Pulang yuk!”
Nadia telah kembali, pertanda pensi telah usai.

Dinda membantuku bangun dari pembaringan, kemudian aku turun dari ranjang. Kupakai sepatu dan kuraih novel yang masih tergeletak di ranjang.
“Dinda, nih novelnya. Makasih ya!” ucapku seraya menyerahkan novel kearahnya.
Dinda tersenyum. “Aku yakin kau bisa menghadapinya.”
“Tentu.” jawabku singkat.

Sebagai teman baikku, kurasa Dinda mengerti apa yang telah terjadi padaku tanpa kujelaskan panjang lebar.

Tuhan …
Hari ini mungkin aku telah jatuh.
Hari ini aku memang letih.
Namun mulai hari ini aku benar ingin melupakannya.
Aku benar ingin menghilangkannya, dari pikiran dan perasaanku.
Karena tak akan selamanya aku seperti ini, karena hidup harus terus berlanjut ..