Monday 24 June 2013

Cerpen 2012 : Karena Basket adalah Nyawaku dan Sahabat adalah Nafasku

Karena Basket adalah Nyawaku dan Sahabat adalah Nafasku



    
Kumulai pagi ini dengan do’a, berharap segala sesuatu yang harus dihadapi dapat terselesaikan dengan baik. Panggil saja aku Naura, sebuah nama yang berarti cahaya.. cahaya untuk orang-orang di sekitarnya. Setelah berdo’a, aku beranjak mandi, kemudian bersiap diri menuju gedung olahraga (GOR). Hari ini kami akan menghadapi pertandingan final PORKAB Basket Putri 2012.
            Kupijakan kaki untuk awal kebahagiaan hari ini sambil berharap semoga akan menjadi sebuah kenangan yang terindah. Kegiatan pertama yang kami lakukan adalah pemanasan, dilanjutkan dengan lay up, shooting dan under ring. Kekompakan kami akan benar-benar diuji hari ini.
            Ditengah keseriusan, kupandangi wajah para sahabatku, Jrinka, Yunia, Ain dan Sari. Dari dua belas anggota tim, kami berlima adalah tim inti. Bahkan, Jrinka juga menjadi captain di tim kami.
            Saat ini persahabatan kami sedang menghadapi sebuah masalah yang belum menemukan ujung penyelesaiannya. Masalah berawal ketika kekasih Yunia memutuskan hubungan tanpa alasan yang  jelas. Dan dalam hitungan hari, lelaki tersebut menyatakan perasaannya kepada Sari. Meskipun Sari telah menolaknya, namun Yunia menganggap Sari telah menusuknya dari belakang. Padahal, sebenarnya aku tahu betul itu tidak benar. Hanya saja, terlalu sulit untuk menjelaskan kepada seseorang yang terlanjur patah hati. Beruntung kami bisa professional, sehingga masalah pribadi tidak berpengaruh pada pertandingan dan akhirnya kami dapat masuk babak final hari ini. Meskipun yang aku rasakan kami masih bermain dengan setengah hati.
            “Priiiiiiiiiittttttttt……………!!!!!!!!!!!!!!!”
            Peluit panjang telah berbunyi. Time off telah habis. Kami berlari kecil menghampiri coach yang berdiri di pinggir lapangan. Kami berkumpul dan melingkar mendengarkan dengan baik intruksi dari coach. Setelah itu, kami saling berpegangan tangan dan coach memimpin do’a bersama.
Turian Tapadaaa...!!!” coach berteriak menyebutkan nama tim kami.
“Bisaaa…!!!” kami menjawab dengan maksud membakar semangat.
Aku, Jrinka, Yunia, Ain dan Sari berlari kecil menuju tengah lapangan. Diikuti lima anggota dari tim lawan. Sebelum bertanding, ada sesi pemotretan. Ya, tidak ada salahnya menjadi model, meski hanya sebagai model lapangan. Aku tertawa geli. Setelah pemotretan, kami mengatur posisi masing-masing.
            “Priiiiiiiiiittttttttt……………!!!!!!!!!!!!!!!”
            Peluit panjang berbunyi kembali. Kali ini pertanda pertandingan akan dimulai. Gemuruh sorak-sorai suara penonton memenuhi gedung olahraga, membuat suasana menjadi cukup menegangkan.
            Jump ball pertama didapat oleh Jrinka. Bola mengarah kepadaku. Perlahan aku men-dribble bola menuju posisi ovence dan passing ke arah Ain. Ain melakukan pivot saat dihadang lawan, bola di passing ke arah Yunia. Yunia mencoba shooting, tapi ring menolaknya.
            Di awal babak pertama, tim lawan telah berhasil mendahului mencetak empat point. Pada babak kedua, tim kami dapat menyusul meskipun tidak mengungguli skor. Masuk babak ketiga, Jrinka berusaha mengondisikan kami untuk bermain stabil. Namun, kulihat Yunia dan Sari masih tetap pada keegoisan masing-masing. Yunia mendapatkan passing bola dari Jrinka, dan Sari yang telah berlari mendekati ring berteriak memanggil Yunia agar segera memberikan passing kepadanya untuk segera mencetak point.
            “Dakkkk !!!”
            Passing keras dari Yunia tidak tepat sasaran. Kepala Sari terkena passing  yang cukup keras sampai membuatnya terjatuh dan merintih kesakitan. Dengan segera tim medis menolong Sari.
“Hey, Yunia! Kamu sadar gak sih dengan perbuatanmu? Gila kamu!” ucap Jrinka dengan nada tinggi dan terlihat marah mulai emosi, kemudian berlari ke arah Sari.
“Yunia! Jangan egois kamu! Gak mau denger penjelasan orang, tapi bisanya cuma menyimpan dendam.” Ain ikut marah.
            Aku menatap Yunia. Kedua matanya berkaca-kaca. Dia menatapku dan aku hanya menggelengkan kepala. Air matanya pun akhirnya terjatuh. Yunia menyeka air matanya dan berlari menghampiri Sari yang masih terduduk lemah di tempat kejadian ia terkena lemparan bola.
“Sari..Maafkan aku…” ucap Yunia.
Sari mendongakkan kepalanya dan tersenyum.
“Aku gak-papa kok.”
Yunia mengulurkan tangannya dan Sari pun menerima uluran tangan Yunia, kemudian beranjak berdiri.
Jrinka terlihat tersenyum. Aku dan Ain saling berpandangan, kemudian tersenyum. Ya, jiwa kami telah bersatu untuk babak terakhir dan perjuangan yang sesungguhnya akan dimulai.
            Pertandingan kembali dilanjutkan. Babak keempat yang semakin menegangkan, skor 18-20 untuk tim kami. Di posisis divence, Sari merebut bola dari lawan, passing ke arah Yunia. Yunia melakukan gerakan ancaman, kemudian passing ke arah Ain. Ain melakukan pivot. Aku yang telah berlari jauh mendekati ring menerima passing jauh dari Ain dan melakukan lay up.
            “Priiiiiiitttt….!”
            Salah satu anggota dari tim lawan melakukan foul terhadapku. Aku mendapatkan 2 tembakan free throw. Terdengar tepuk tangan riuh penonton saat melihat pertandingan yang semakin sengit.
“Naura…Kamu pasti bisa!” Jrinka membisikkan perkataan yang membuat bulu kudukku merinding dan tanpa memandangnya, aku menatap sebuah ring yang berada di depanku. Sebelum melakukan tembakan, aku menoleh ke arah coach yang berdiri di pinggir lapangan. Tatapan matanya berharap aku dapat mencetak dua point untuk menyamakan skor. Beruntung, Tuhan mengabulkan do’a kami.
            “Priiiiiiiiiittttttttt……………!!!!!!!!!!!!!!!”
            Pertandingan berakhir dengan skor sama, 20-20.
            Terjadi overtime.. Perpanjangan waktu untuk pertandingan selama lima menit. Penonton semakin menggila, ada yang mendukung tim kami, adapula yang mendukung tim lawan, mereka beradu yel-yel. Pada menit ketiga, Yunia menyumbangkan satu point dari tembakan free throw dan tim kami mengungguli point, 21-20. Namun, pada menit kelima detik-detik terakhir, salah satu anggota dari tim lawan dapat menjebol divence dari Yunia dan Sari, kemudian melewati posisi center dari Ain dengan melakukan gerakan tipuan memutar badan dan melakukan shooting.
            “Prakkk!!!” bola masuk.
            “Priiiiiiiiiittttttttt……………!!!!!!!!!!!!!!!”
            Pertandingan benar-benar berakhir dan skor kami sebelumnya tergeser. Kami harus puas dengan posisi kedua dengan skor akhir 21-22. Kami pun terduduk lemas di tengah lapangan dan menutup wajah dengan kedua telapak tangan, menangis atas takdir Tuhan hari ini.
            Dengan wibawanya sebagai seorang captain, Jrinka membangunkan kami sambil berkata, “Bangunlah..Kalian the best..Kalian hebat..Kita tetap juara..Juara untuk diri kalian sendiri..Juara mengalahkan keegoisan..Untuk tim,untuk persahabatan..!”
Kulihat Yunia dan Sari berpelukan, diikuti Jrinka dan Ain. Aku menggeserkan tubuhku yang masih terduduk di  lapangan jauh dari mereka berempat, berjalan dengan kedua tangan dan menyeret tubuhku yang masih lemas ke pinggir lapangan. Kemudian aku menerima uluran sebuah tangan yang sangat kukenal. Aku beranjak berdiri dan memeluk tubuhnya degan erat. Beliau mengelus pelan kepalaku dan memberikan kecupan manis di keningku.
            Puas menangis dan saatnya kini kami melepas tawa. Dipasangkan oleh Bapak Basket Kabupaten Malang sebuah medali perak kepada masing-masing anggota tim kami dan Jrinka mewakili tim Turian Tapada menerima sebuah tropi bertuliskan “JUARA II PORKAB 2012 Basket Putri”.
            Matahari mulai meredupkan cahayanya, ia terlihat lelah setelah seharian menjadi saksi bisu atas perjuangan dan kemenangan kami. Hari ini adalah hari terindah di sepanjang perjalanan hidupku, dimana basket dan sahabat menjadi suatu kenangan yang tidak akan pernah kulupakan…
            Sebenarnya, bukan kenangan buruk yang membuat kita bersedih, tetapi kenangan indah yang kita tau mungkin tak akan terulang kembali.